LUWU UTARA - Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaraan Bawaslu Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) Dr. Asry Yusuf menegaskan bahwa melakukan proses penanganan pelanggaran baik itu hasil temuan maupun laporan harus sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berdasarkan peraturan perundang-undangan.
“Di Bawaslu ada sekitar 9 divisi, maka minimal juga 9 Draf SOP yang harus kita buat sebagai acuan dalam melakukan kerja-kerja di lembaga kita, ” kata Dr. Asry Yusuf saat memberikan materi tentang penyusunan Draft SOP Penanganan Pelanggaran di Sekrertariat Bawaslu Luwu Utara, Kecamatan Masamba, Kamis (14/4/2002).
Dia menjelaskan, selain setiap divisi harus mempunyai SOP, divisi yang beririsan juga harus memiliki SOP tersendiri, misalnya jika ada temuan pelanggaran Pemilu. Ini digabung dalam satu SOP yaitu SOP Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran sebab proses penanganannya beririsan.
“Saya sampaikan bahwa dalam membuat satu SOP harus menghasilkan satu output agar mekanismenya tidak berbelit belit. Banyak yang harus kita buat namun yang perlu kita utamakan terlebih dahulu adalah SOP yang akan kita gunakan dalam waktu dekat, ” ucap Azry Yusuf
Peraih gelar Doktor Ilmu Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar tersebut juga menjelaskan dampaknya jika melakukan proses penanganan pelanggaran tidak sesuai mekanisme yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
“Penanganan pelanggaran itu harus profesional, sebab apabila dalam pelaksanaannya terjadi kekeliruan akan menjadi sunami bagi lembaga kita, karena salah satu indikator penilaian dimata publik itu bagaimana penanganan pelanggaran yang dilakukan, ” tegas Asry Yusuf kepada Bawaslu Luwu Utara
Divisi lain, lanjut dia, perlu juga mengetahui tata cara melakukan proses penanganan pelanggaran. “Karena pada praktiknya dibutuhkan SDM dari divisi lain sebab staf penanganan pelanggaran sangat terbatas, belum lagi jika ada yang melakukan dinas luar atau ada yang sedang sakit, " tutur Azry Yusuf.