Bupati IDP Kunjungi Lokasi Banjir Malangke Barat, Bahtiar Manadjeng: Semoga Bukan Hanya Seremonial

    Bupati IDP Kunjungi Lokasi Banjir Malangke Barat, Bahtiar Manadjeng: Semoga Bukan Hanya Seremonial

    LUWU UTARA - Bupati Luwu Utara Indah Putri Indriani (IDP) akhirnya turun langsung ke lokasi banjir yang melanda Desa Pombakka Kecamatan Malangke Barat, Selasa (28/05/2024) kemarin.

    Menggunakan perahu katinting, Indah menggandeng Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang (BBWSPJ) meninjau banjir akibat tanggul sungai Rongkong yang jebol.

    Kedatangan orang nomor satu Lutra di wilayah yang telah terendam banjir sebulan lalu, menuai respon dari sejumlah pihak.

    Salah satunya dari Bahtiar Manadjeng, tokoh pemuda Malangke Barat yang selama ini dikenal kritis menyuarakan keprihatian atas banjir berkepanjangan di daerahnya.

    "Saya mengapresiasi kunjungan Bupati di lokasi Banjir Kecamatan Malangke Barat, walaupun sangat lambat, " kata Batti, sapaan karibnya ketika dihubungi Rabu (29/05/2024).

    Hanya saja Batti berharap agar kunjungan ini sebaiknya bukan hanya seremonial belaka. 

    "(Semoga) bukan hanya seremonial dengan membawa beberapa paket sembako, tapi datang membawa solusi dengan mendorong secepat mungkin perbaikan tanggul jebol yang terjadi di beberapa titik, " ungkapnya.

    Apa yang diharapkan Batti sebenarnya cukup beralasan. Pasalnya, banjir yang merendam Desa Pombakka sudah sering terjadi dan penyebab utamanya akibat jebolnya tanggung pengaman aliran sungai Rongkong.

    Asdar, warga Desa Pombakka kepada media ini mengatakan, banjir di desanya merendam sebagian besar rumah warga.

    “Satu desa terdampak, mulai dari petani kebun maupun tambak. Semua terendam banjir, ” kata Asdar, Rabu (15/05/2024) lalu.

    Ketinggian air mencapai 80 sentimeter hingga 1, 5 meter. Tidak sedikit warga yang terdampak banjir di sana memilih untuk mengungsi ke rumah keluarga mereka.

    Menurut Asdar, di Desa Pombakka terdapat sekitar 400-an kepala keluarga yang terdampak banjir sejak dua pekan terakhir.

    “Sampai sekarang belum ada solusi dari pemerintah tentang penanganan banjir yang melanda Desa Pombakka, ” keluhnya.

    Asdar bilang, banjir memang hampir setiap tahun terjadi di desanya. Tetapi kali ini adalah yang terparah daripada tahun-tahun sebelumnya.

    “Karena sudah beberapa kali jebol tanggul, barusan begini (air banjir) sampai di dalam rumah, ” ungkap Asdar.

    Karena kejadian yang terus berulang kata Asdar, warga di Desa Pombakka pun selalu menyampaikan kepada pemerintah setempat untuk segera memperbaiki tanggul di desanya.

    “Setiap Musrembang desa, tetap kami usulkan perbaikan tanggul sepanjang kurang lebih 18 kilometer yang ada di Desa Pombakka. Tapi sampai saat ini tidak ada sedikitpun yang tersentuh, ” ungkap Asdar kembali.

    “Tentu kami masyarakat sangat berharap kepada pemerintah daerah, provinsi maupun pusat agar ada perhatian khusus dengan tanggul yang ada di Desa Pombakka, ” tutupnya.

    Puluhan Desa

    Selain Pombakka, di Kecamatan Malangke Barat juga ada Desa Wara, Limbong Wara, dan Cenning yang ikut terendam.

    Sama dengan di Kecamatan Malangke Barat, di Baebunta Selatan, Luwu Utara terdapat tiga desa yang terendam banjir akibat luapan Sungai Rongkong, yakni Desa Lawewe, Lembang-lembang dan Beringin Jaya.

    “Yang terparah saat ini Kecamatan Malangke Barat dan Baebunta Selatan. Itu desa yang saya sebut sudah terendam selama tiga bulan, ” kata Rauf, seorang warga di Desa Lawewe yang juga ikut terdampak banjir.

    Kepala Desa Lembang-Lembang, Arwin Ansar mengatakan, jika di wilayahnya juga terendam banjir juga akibat tanggul yang jebol.

    Sampai sekarang, banjir masih meluap ke pemukiman dan menggenangi lahan serta kebun milik warga. “Kejadian banjir dari tanggal 26 Maret 2024 sampai saat ini, ” katanya.

    Seorang warga terdampak yang menolak disebut identitasnya juga mengatakan, banjir yang terjadi membuat aktivitas warga lumpuh.

    “Karena selain merendam pemukiman juga merendam lahan pertanian dan perkebunan warga, ” katanya. “Pemerintah hanya melakukan assesment dan bantuan sembako, tetapi penyebab banjir belum ditangani”.

    Di Kecamatan Malangke, juga ada beberapa desa yang terendam banjir sampai saat ini. Antara lain adalah Desa Pute Mata, Tolada, Giri Kusuma, Pettalandung, Pattimang, dan Malangke.

    “Debit air Sungai Rongkong makin meningkat akibat intensitas hujan meningkat ditambah pendangkalan sungai karena banyaknya tumpukan sedimen, terutama pasir. Tanggul penahan Sungai Rongkong, Sungai Masamba dan Sungai Baliase yang jebol di beberapa titik, ” kata warga yang terdampak.

    Menurut Rauf dan Asdar, banjir yang terjadi di desa mereka bukan baru kali ini saja. “Banjir ini bukan baru keberadaannya, sudah berpuluh-puluh tahun, ” kata Rauf.

    “Pemerintah (ikut membantu), Alhamdulillah. Tapi itu bukan solusi, solusi utama yaitu penanganan Sungai Rongkong, ” katanya lagi.

    Rauf mengatakan di Desa Lawewe, warga masih tetap bertahan di lokasi banjir. Tetapi tanaman mereka sebagai sumber pencaharian sudah tidak ada.

    “Tanaman sudah mati karena mayoritas masyarakat petani. Masyarakat tinggal menunggu keajaiban (dari) Allah, ” pasrahnya.

    Derita Warga

    Tak terhitung kerugian warga akibat bencana ekologis yang kerap terjadi dan berlangsung dalam waktu lama.

    “Kalau kami di Desa Lawewe tidak tahu harus bilang apa lagi karena selama kurang lebih 3 bulan air tidak lagi meninggalkan pemukiman warga, ” ungkap Haddas Kudese, tokoh pemuda Desa Lawewe Kecamatan Baebunta Selatan, Selasa, 14 Mei 2024.

    Hal tak jauh berbeda dijelaskan oleh Sekretaris Desa Lembang-Lembang, Kecamatan Baebunta Selatan, Kabupaten Luwu Utara.

    Dikatakan Masriadi, banjir yang terjadi disebabkan oleh jebolnya tanggul Sungai Rongkong sejak 26 Maret 2024 lalu.

    “Banjirnya sudah lama, sejak 26 Maret. Sebagian besar masyarakat kami mengungsi ke luar desa, namun masih ada juga yang harus tinggal menunggui rumah meski tergenang air, ” jelasnya.

    Serupa yang terjadi di Desa Tolada Kecamatan Malangke dimana banjir juga merendam rumah warga, sekolah dan masjid serta lahan pertanian dengan ketinggian antara 50 hingga 70 sentimeter.

    “Sekitar 2.000 hektar lahan milik warga tidak dapat digarap selama kurun 4 tahun terakhir, termasuk sawah, kebun sawit, jeruk nipis, jagung dan empang air tawar, ” ungkap Herwin, tokoh pemuda setempat.

    Banjir kronis di Luwu Utara disebabkan oleh luapan sungai-sungai besar di daerah itu.

    Pada sejumlah titik, tanggul pengaman di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) akhirnya jebol akibat debit air yang sangat tinggi.

    “Jika hujan deras di bagian hulu, bisa dipastikan air sungai malah sudah melewati ketinggian tanggul lalu merendam seluruh desa di sekitarnya, ” tambah Herwin.

    Tidak Sederhana

    Musibah banjir yang kerap melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan ini mendapat perhatian dari banyak pihak.

    Tak terkecuali dari Wakil Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Kerukunan Keluarga Luwu Raya (KKLR) Dr Abdul Talib Mustafa.

    Menurut Talib, banjir di Luwu Utara bukan masalah yang sederhana dan perlu penanganan yang sifatnya menyeluruh dan jangka panjang.

    “Ini masalahnya tidak sederhana. Fakta seperti ini menjadi masalah yang kompleks bagi semua penduduk yang bermukim di semua daerah aliran sungai (DAS) Lutra, plus sarana produksi mereka seperti sawah, kebun, peternakan, dan sebagainya, ” kata Talib, Senin, 13 Mei 2024 lalu.

    Karena itu maka diperlukan penanganan yang menyeluruh dan jangka panjang untuk masalah ini.

    “Paling tidak kepada mereka yang bakal jadi Bupati dan Wakil Bupati di Lutra ke depan harus sabar, konsern dan berjejaring penyelesaian masalah ini, ” jelas dia.

    Talib menambahkan, beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menangani bencana banjir di Luwu Utara antara lain dengan melakukan studi dan pemetaan wilayah-wilayah yang rentan mengalami banjir.

    “Yang kedua adalah pembuatan desain penanganan DAS yang terintegrasi dengan wilayah pengembangan pemukiman dan ekonomi baru di Luwu Utara, ” tegasnya.

    Talib menganjurkan agar jika sudah jadi, maka desain penanganan DAS Lutra harus sering diajukan ke jajaran Kementerian terkait.

    “Lobby ke DPR RI khususnya kepada komisi terkait juga penting dilakukan untuk menjual gagasan ini, ” tambahnya.

    Selain itu, akademisi Universitas Indonesia Timur itu juga menganjurkan agar pemerintah setempat sudah harus mempersiapkan pemukiman sementara bagi penduduk terdampak.

    “Persiapkan (juga) pemukiman sementara di wilayah-wilayah yang akan dikembangkan bagi penduduk terdampak, ” tutupnya. [*]

    malangke luwu utara sulsel
    Updates.

    Updates.

    Artikel Sebelumnya

    Pilkada Riau, Kompolnas Lakukan Rapat Pengawasan...

    Artikel Berikutnya

    Kadivhumas Polri Sebut Kepolisian dan Kejaksaan...

    Berita terkait